Monday, July 7, 2008

Meng-Apa

Puisi yang bertajuk, "Meng-Apa" ini dibuat dengan gaya bahasa yang unik. Tema ini berkaitan dengan diputusnya tali kasih hingga diciptanyalah puisi berikut ini.



Meng-Apa


Jangan kau bertanya, mengapa
Hati ini telah tiada

Jangan kau hirau, mengapa
Ragu ini yang ada

Jangan kau mencari, mengapa
Jawab-jawab yang menyepi
Atau sepi-sepi yang menjawab

Jangan kau memakai yang apa
Lakumu jawabnya jelas

Jangan kau melirik, apa
Matamulah yang binal, mengapa?

Jangan kau tekun dengan apa-apa
Dan apa-apa yang ada di hati
Atau hati dengan apa-apa

Mengapa... ???
Apa... ???



Created by: SAHID
on Jakarta, January 13rd, 2006

Saturday, July 5, 2008

LELAKI DI DALAM CERMIN

Kali ini sebuah karya prosa-puisi tentang seorang lelaki yg dalam usianya yang beranjak dewasa, memulai pencarian jati dirinya. Namun dalam pencariannya itu, justru dia mengalami krisis kepercayaan pada dirinya sendiri. Selamat membaca rekan-rekan sekalian.


LELAKI DI DALAM CERMIN
(sebuah karya tulis prosa singkat)


Betapa ku ingin ke ladang dan tumbuh bersama pepohonan dan menjadi akar penopang berdiri tegaknya pohon itu. Dan bila tak demikian, biar ku terasing dalam kesendirianku di sudut kamar yang tak bercermin. Telah ku cari, namun hingga kini tak ku temui. Sebuah nafas kecil dari diriku yang pergi meninggalkanku, yang biasanya tiap saat ku temuinya dan berbincang dengannya di depan cermin. Dialah diriku, lelaki di dalam cermin, sobekan jiwa ketegaranku. Tanpanya ku merapuh dan terasing dalam kelemahan.

Diriku telah meninggalkan jiwaku, karena dia tiada mengenal "aku" nya lagi. Kini apa yang aku bisa?. Matahariku semakin memanggang ketidak berdayaanku di tengah gurun yang tak beroase di samping jasad-jasad unta yang tinggal belulang keputus asaan dan teronggok mengering. Ku sadari tak ada yang menjadi pemangsa, hanya saja tiada yang menjadi penopang untuk tetap tegak bertahan dan tak merapuh.

Wahai engkau manusia di dalam cermin, dimanakah dirimu kini?. Jangan kau tinggalkan aku dengan pena-pena tak bersuara dan tak bernyawa....

Bila diri terus didera seperti ini, ada baiknya aku menjadi penggali liang kubur. Pembuat kediaman terakhir bagi manusia yang telah mati dan lagi tak bersuara. Dari pada harus menjadi perawat orang bisu, hidup, namun tak bersuara !. Dan adalah lebih baik mencari angin,tak berbentuk, namun selalu menyegarkan. Dari pada mencari api besar, berbentuk, namun turut membakar dan memusnahkan !.

Diri ini telah sendiri, pun jua ditinggalkan....

Manusia di dalam cermin, ku mohon engkau kembali menyatu ke dalam raga, yang serupa dengan ragaku. Ke dalam kata, yang serupa dengan kataku. Ke dalam tenang, yang serupa dengan tenangku. Di sini ku menantimu, memberiku cintamu dan kasihmu, yang serupa denganku ....


-TAMAT-

karya: muhammad sahid muslim
dibuat di jakarta, 8 maret 2006 M (pkl. 13:05 wib)


rekan-rekan sekalian, tolong berikanlah komentar. Thanks.

PILIHAN SENJA

Originalku yang berikut masih bertemakan cinta. Cinta dan penantian.


PILIHAN SENJA

Kini senja bertanya-bertanya,
dirinya ada dimana?
Dia yang setia kupendari cahaya tenteram di teduh ombak pantai kala dirinya termenung dan berharap
Saat ini, hanya akulah pilihan senja...!

Padamu senja,
Katakan bahwa cahayamu untukku
Dan ku kan berdiri menanti hadirmu disaat surya berbentuk separuh dan cahaya keenggananmu tuk meredup di tepian bumi
Katakanlah, akulah pilihan senja...!

Hanya padamu senja,
Meninggikan harap bersama siluet yang tertinggal di benak wanita dan sebongkah karang di laut lepas
Yang disampaikan camar senja, sepeninggalmu kemarin disini,
di pulau khayal dan di hati wanita
Ku nanti hadirmu senjaku, dijelang maghrib dan tiang-tiang masjid
Tempat kali pertama ku memandangmu termenung di atas pasir putih
Memandang dan menantang tatapan senja ke arah pulau khayalku
Masih ingatkah kamu,senjaku...?

Jangan katakan, kamu telah melupakanku !
Karena ku menanti
Dan jangan berlari tanpa menoleh padaku
Karena hatiku untukmu, senjaku
Aku tak lupa ungkapmu dan penantianku
Bahwa, aku pilihan senja...!

Di sini, dijelang maghrib dan di tiang-tiang masjid,
Cintaku...,ku nanti...


Original by: M.Sahid
dibuat di Jakarta, 28 September 2005

Friday, July 4, 2008

AIR MATA KEABADIAN (Sastra originalitas bertemakan cinta & kepahlawanan)

Berikut persembahanku,sebuah prosa puisi yang dalam kesederhanaannya ini ku dedikasikan untuk semua pecinta seni,khususnya untuk Sang Maha Seni,Allah swt.


AIR MATA KEABADIAN
(sebuah scene novelet singkat)

Malam ini,bulan hanya separuh di langit jutaan bintang. Dalam terdiam ditatapan yang tengadah nan tak berbinar. Hanya segenggam pasir di tangan sebagai pengganti mimpi-mimpi yang tertunda di tiap malam yang tak memandu, dan hanya coretan sebagai pengganti luka ksatria yang terhunus.

Jauh setelah Isya berpaling pergi di relung waktu dan di renung yang kembara menuntun sebuah pilu, yang pedangnya masih tertancap penuh darah dari sang ksatria. Sebuah hymne kekhusyu'kan menjalari serta merasuk ke dalam gambaran kobar panji perjuangan dan lengkingan kuda-kuda sang pahlawan, berlomba di deru api perjuangan dengan pedang sebagai perisai penghantar nyawa. Di bukit itu, semilir angin menyita perhatian hati untuk menilik dan larut ke dalam lumeran darah dan air mata. Kepada air mata yang jatuh menekan batin yang berpuasa, dan kepada tetesan darah di simbahan ibu pertiwi, salam dari anak-anak negeri yang memanja di bawah payungan mentari dan rembulan, di fajar yang mengufuk dan di maghrib yang menyimpan segala lelah dan cerita-cerita zaman.

"Dinda..., dindaku, mendekatlah kepadaku dan hapuslah deritamu, karena ku hanya ingin melihat senyum kemenanganmu melipur dan menguak keperkasaanmu tanpa topeng-topeng, dan menolak segala bentuk kelaliman serta memihak kepada cinta dan kasih di keabadian. Mendekatlah..., lebih dekat kepadaku sayang..., agar ku dapat menatapmu menahan rembulan yang ingin beranjak berlalu menanti fajar dan menggubah hari menjadi aku di hatimu."

Sang gadis yang sesaat tadi berdiri mematung sambil menenun hati teriris dalam ringisan & rintihan duka yang mendalam, mencoba membangun keruntuhan hatinya kembali, sepertinya akan menyobek kemudian berlari menghambur memeluk ksatrianya dalam kesakitan yang memilu, sungguh memilu. Hanya air mata berderai mengiringi tiap ucapannya: "Wahai kekasihku...,pahlawan hatiku. Bila luka itu yang akan merebut dirimu dari sisiku, maka tak kan pernah ku izinkan para malaikat merangkulmu dalam sayap-sayap sucinya dan membawamu mengawan ke tiang-tiang langit yang tak dapat ku jangkau, kecuali dengan hatiku, do'aku dan air mataku, meski pun aku ada diantara kelemahanku dan ketidak berdayaanku atas kehendak-Nya. Sayangku..., pandanglah di mataku dan janganlah pernah lepas dari memandangnya, karena ada nyala api cinta yang penuh gelora di ruangnya, yang tetap hidup dan bernafaskan cinta. Ambillah..., karena kau adalah kata yang berjiwa dari benteng kearifanku. Pahlawanku..., masuklah ke dalam relungku, meski kau hanya membisu dan tak dapat berbuat apa pun. Dan jangan pernah lepas genggaman tanganku ini karena ku ingin ikut bersamamu,sayang...."

Kemudian laki-laki itu menampakkan senyum yang seulas,sedang pandangan matanya dan genggaman tetap berpaut dengan pandangan dan genggaman kekasihnya. Dan dengan bibir yang bergetar menahan sakit, dia berkata: "Wahai kekasihku, engkau jangan takut. Aku telah kembali padamu setelah perang dahsyat merebut kekerasan dari kemanusiaan yang rendah. Percayalah..., ku akan kembali lagi, tapi tidak dalam jubah perangku yang tersiram darah dan ajal, jua tidak dengan pedangku yang meminta nyawa dari ketakutan yang tak menjelma. Ku akan menemuimu dalam pakaian ihramku di taman-taman surga dan merangkulmu ke dalam keabadian yang tak pernah pupus tentang kemenangan yang menyingkirkan bara perang dengan cinta. Wahai engkau kekasihku, ku tinggalkan kataku untukmu, maka kini kau yang menjadi lisanku. Ku tinggalkan juga nafasku untukmu, maka kini kau yang bernafas untukku dan menjadi ruhku. Dan ku tinggalkan hatiku untukmu, maka kini kuhangat dalam pelukan cintamu untukku. Jadilah aku untukku selalu, sayangku... Aku milikmu...."

Setelah itu, tampak laki-laki muda itu tak kuasa lagi berkata-kata, setelah darah dan air mata bertemu menjadi danau kepedihan, yang menjadi ungkapan kata terakhir dan harapan. Lalu malaikat pun membawa ruh ksatria itu ke dalam sayap-sayapnya serta menerbangkan khayalan sang gadis menuju ruang sedih yang tak berujung. Dalam senandung tangisannya, dipeluknya dengan penuh lembut jasad kekasihnya itu dan mencium keningnya dengan bibir yang bergetar dalam isak tangis yang sungguh pedih, serta menutup matanya dengan perlahan. Ada getaran asing yang menggayut dan menghunjam di dada sang gadis, sementara di hatinya khusyuk memohon do'a.

Lalu dengan perlahan namun pasti, dicabutnyalah pedang yang masih terhunus tersebut di dada kekasihnya itu, pedang yang telah memisahkan alam mereka pada satu cinta yang mereka rajut dengan benang-benang suci ketulusan hati. Dalam isak tangis yang masih mendalam, diangkatnyalah tinggi-tinggi pedang itu, kemudian dihunuskannya ke dirinya sendiri kemudian sesaat menjatuhkan tubuhnya di sisi ksatrianya, laki-laki yang dicintainya. Maka lelap pun mengantar jiwa-jiwa mereka ke pangkuan-Nya dan ke mahligai-Nya. Sementara angin semakin kencang dan membawa kisah mereka ke keabadian, keabadian cinta...

-TAMAT-
original by: M.Sahid
di Jakarta, 12 Maret 2006 M
komentar, saran ataupun kritik via e-mail: sahid_bule@yahoo.com