Friday, July 4, 2008

AIR MATA KEABADIAN (Sastra originalitas bertemakan cinta & kepahlawanan)

Berikut persembahanku,sebuah prosa puisi yang dalam kesederhanaannya ini ku dedikasikan untuk semua pecinta seni,khususnya untuk Sang Maha Seni,Allah swt.


AIR MATA KEABADIAN
(sebuah scene novelet singkat)

Malam ini,bulan hanya separuh di langit jutaan bintang. Dalam terdiam ditatapan yang tengadah nan tak berbinar. Hanya segenggam pasir di tangan sebagai pengganti mimpi-mimpi yang tertunda di tiap malam yang tak memandu, dan hanya coretan sebagai pengganti luka ksatria yang terhunus.

Jauh setelah Isya berpaling pergi di relung waktu dan di renung yang kembara menuntun sebuah pilu, yang pedangnya masih tertancap penuh darah dari sang ksatria. Sebuah hymne kekhusyu'kan menjalari serta merasuk ke dalam gambaran kobar panji perjuangan dan lengkingan kuda-kuda sang pahlawan, berlomba di deru api perjuangan dengan pedang sebagai perisai penghantar nyawa. Di bukit itu, semilir angin menyita perhatian hati untuk menilik dan larut ke dalam lumeran darah dan air mata. Kepada air mata yang jatuh menekan batin yang berpuasa, dan kepada tetesan darah di simbahan ibu pertiwi, salam dari anak-anak negeri yang memanja di bawah payungan mentari dan rembulan, di fajar yang mengufuk dan di maghrib yang menyimpan segala lelah dan cerita-cerita zaman.

"Dinda..., dindaku, mendekatlah kepadaku dan hapuslah deritamu, karena ku hanya ingin melihat senyum kemenanganmu melipur dan menguak keperkasaanmu tanpa topeng-topeng, dan menolak segala bentuk kelaliman serta memihak kepada cinta dan kasih di keabadian. Mendekatlah..., lebih dekat kepadaku sayang..., agar ku dapat menatapmu menahan rembulan yang ingin beranjak berlalu menanti fajar dan menggubah hari menjadi aku di hatimu."

Sang gadis yang sesaat tadi berdiri mematung sambil menenun hati teriris dalam ringisan & rintihan duka yang mendalam, mencoba membangun keruntuhan hatinya kembali, sepertinya akan menyobek kemudian berlari menghambur memeluk ksatrianya dalam kesakitan yang memilu, sungguh memilu. Hanya air mata berderai mengiringi tiap ucapannya: "Wahai kekasihku...,pahlawan hatiku. Bila luka itu yang akan merebut dirimu dari sisiku, maka tak kan pernah ku izinkan para malaikat merangkulmu dalam sayap-sayap sucinya dan membawamu mengawan ke tiang-tiang langit yang tak dapat ku jangkau, kecuali dengan hatiku, do'aku dan air mataku, meski pun aku ada diantara kelemahanku dan ketidak berdayaanku atas kehendak-Nya. Sayangku..., pandanglah di mataku dan janganlah pernah lepas dari memandangnya, karena ada nyala api cinta yang penuh gelora di ruangnya, yang tetap hidup dan bernafaskan cinta. Ambillah..., karena kau adalah kata yang berjiwa dari benteng kearifanku. Pahlawanku..., masuklah ke dalam relungku, meski kau hanya membisu dan tak dapat berbuat apa pun. Dan jangan pernah lepas genggaman tanganku ini karena ku ingin ikut bersamamu,sayang...."

Kemudian laki-laki itu menampakkan senyum yang seulas,sedang pandangan matanya dan genggaman tetap berpaut dengan pandangan dan genggaman kekasihnya. Dan dengan bibir yang bergetar menahan sakit, dia berkata: "Wahai kekasihku, engkau jangan takut. Aku telah kembali padamu setelah perang dahsyat merebut kekerasan dari kemanusiaan yang rendah. Percayalah..., ku akan kembali lagi, tapi tidak dalam jubah perangku yang tersiram darah dan ajal, jua tidak dengan pedangku yang meminta nyawa dari ketakutan yang tak menjelma. Ku akan menemuimu dalam pakaian ihramku di taman-taman surga dan merangkulmu ke dalam keabadian yang tak pernah pupus tentang kemenangan yang menyingkirkan bara perang dengan cinta. Wahai engkau kekasihku, ku tinggalkan kataku untukmu, maka kini kau yang menjadi lisanku. Ku tinggalkan juga nafasku untukmu, maka kini kau yang bernafas untukku dan menjadi ruhku. Dan ku tinggalkan hatiku untukmu, maka kini kuhangat dalam pelukan cintamu untukku. Jadilah aku untukku selalu, sayangku... Aku milikmu...."

Setelah itu, tampak laki-laki muda itu tak kuasa lagi berkata-kata, setelah darah dan air mata bertemu menjadi danau kepedihan, yang menjadi ungkapan kata terakhir dan harapan. Lalu malaikat pun membawa ruh ksatria itu ke dalam sayap-sayapnya serta menerbangkan khayalan sang gadis menuju ruang sedih yang tak berujung. Dalam senandung tangisannya, dipeluknya dengan penuh lembut jasad kekasihnya itu dan mencium keningnya dengan bibir yang bergetar dalam isak tangis yang sungguh pedih, serta menutup matanya dengan perlahan. Ada getaran asing yang menggayut dan menghunjam di dada sang gadis, sementara di hatinya khusyuk memohon do'a.

Lalu dengan perlahan namun pasti, dicabutnyalah pedang yang masih terhunus tersebut di dada kekasihnya itu, pedang yang telah memisahkan alam mereka pada satu cinta yang mereka rajut dengan benang-benang suci ketulusan hati. Dalam isak tangis yang masih mendalam, diangkatnyalah tinggi-tinggi pedang itu, kemudian dihunuskannya ke dirinya sendiri kemudian sesaat menjatuhkan tubuhnya di sisi ksatrianya, laki-laki yang dicintainya. Maka lelap pun mengantar jiwa-jiwa mereka ke pangkuan-Nya dan ke mahligai-Nya. Sementara angin semakin kencang dan membawa kisah mereka ke keabadian, keabadian cinta...

-TAMAT-
original by: M.Sahid
di Jakarta, 12 Maret 2006 M
komentar, saran ataupun kritik via e-mail: sahid_bule@yahoo.com

No comments: